Kamis, 10 Desember 2009

Berjuang Melawan Mitos

Baru saja kita memperingati hari pahlawan 10 Nopember 2009, Penindasan akibat penjajahan meninggalkan dampak ke berbagai generasi berikutnya. Di ranah non fisik, perjuangan melawan mitos adalah, perjuangan merengguk berbagai informasi (basis materi) ilmu pengetahuan, perjuangan untuk menjadi cerdas melawan keyakinan (negatif) yang menggerogoti (menginventarisir) diri kita masing-masing .

Ada apa dengan Mitos ?
Mitos adalah suatu keyakinan yang diterima begitu saja oleh individu (manusia) tanpa pernah diuji nilai-nilai kebenarannya. Mitos hanya akan disebut mitos ketika keyakinan akan sesuatu tersebut, telah di gagalkan oleh argumentasi yang lebih faktual dan teruji kebenarannya. Untuk menggagalkan inilah di gunakan berbagai rentetan pikiran yang argumentatif yakni berpikir teratur .

Kepulauan Nias secara geografis terpisah dari daratan Sumatera. Daerah ini memiliki budaya yang eksotis dan menjadi salah satu tempat olahraga selancar terbaik di dunia. Kepulauan ini banyak dikunjungi oleh para peneliti oleh karena kepulauan ini masih menyimpan banyak misteri yang layak untuk di teliti lebih mendalam. Terkait dengan budaya barangkali ini menjadi sebuah kebanggaan tersendiri, karena kita memiliki keunikan budaya yang luar biasa. Namun disisi lain sebagai masyarakat awam, kita ditantang untuk mengurai realita kehidupan yang dialami dengan mitos-mitos yang sangat kuat bahkan telah mewujud dalam keseharian masyarakat di kepulauan ini.

Contoh mitos-mitos besar di masyarakat yang masih harus terus di teliti kebenarannya adalah mitos mengenai asal usul leluhur masyarakat Nias. Pencarian kebenaran mengenai hal ini masih terus dilakukan. Berbagai teori dimunculkan, diantaranya yaitu :
- bahwa manusia pertama yang tinggal di Nias adalah sowanua atau ono mbela. Ono mbela merupakan keturunan penguasa kayangan, Ibu Sirici, yang memerintahkan keenam anaknya untuk turun ke bumi menggunakan liana lagara, sejenis tumbuhan yang biasanya merambat di pohon. Karena liana lagara yang digunakan telah rapuh, sebagian di antara mereka ada yang jatuh ke bumi dan sebagian yang lain memilih tinggal di atas pohon. Anak keturunan Ibu Sirici yang memilih tinggal di atas pohon inilah yang kemudian disebut sebagai sowanua atau ono mbela (manusia pohon). Ono mbela dikenal memiliki kulit yang putih dan berparas cantik. Ciri-ciri fisik tersebut mengundang para peneliti untuk membuat sebuah interpretasi bahwa ono mbela berjenis kelamin perempuan (Hammerle, 2007:50-51).
- Menurut masyarakat Nias, salah satu mitos asal usul suku Nias berasal dari sebuah pohon kehidupan yang disebut "Sigaru Tora`a" yang terletak di sebuah tempat yang bernama "Tetehöli Ana'a". Menurut mitos tersebut, kedatangan manusia pertama ke Pulau Nias dimulai pada zaman Raja Sirao yang memiliki 9 orang Putra yang disuruh keluar dari Tetehöli Ana'a karena memperebutkan Takhta Sirao. Ke-9 Putra itulah yang dianggap menjadi orang-orang pertama yang menginjakkan kaki di Pulau Nias.
Terdapat juga mitos lainnya seperti mitos Laowomaru, bagaimana lawomaru dalam menyatukan pulau Nias dengan daratan Sumatera. Laowomaru memiliki kekuatan yang terletak pada rambutnya atau manusia yang memiliki kekuatan pada rambutnya yang ingin menyatukan pulau Nias dengan daratan Sumatera tetapi mengalami kegagalan setelah dicukur/dipotong rambutnya oleh beberapa orang yang tidak senang atau sepakat dengan perbuatannya.


Kemudian banyak juga mitos-mitos kecil lainnya namun andilnya sangat besar mengkooptasi pikiran masyarakat diantaranya adalah :
-Mitos memilih menjadi polisi / tentara bagi kaum remaja adalah supaya ditakuti dan dihargai dan dapat hidup mapan.
-Mitos menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) adalah pekerjaan yang paling diprioritaskan dan tidak ada pekerjaan lain yang lebih terbaik selain daripada menjadi seorang PNS.
-Mitos memiliki keturunan anak laki-laki adalah segalanya sehingga anak laki-laki dalam keluarga selalu lebih dipriortaskan dari pada anak perempuan dalam beroleh sekolah maupun dalam pembagian harta warisan.
-Mitos penyakit oleh karena ulah setan. Rintik hujan pada siang hari kemudian membuat sakit seorang anak adalah karena ada setan.
-Mitos Jujuran , yakni jujuran yang tinggi adalah tanda kehormatan keluarga. Jujuran semakin tinggi jikalau anak perempuan sudah lulus sarjana ataupun masuk PNS.
-Mitos antara orang tua dengan anaknya , dimana orang tua selalu selalu memiliki pilihan paling benar untuk anak-anaknya dan seorang anak harus mengikuti pilihan orang tuanya.
-Mitos antara guru dan murid, dimana guru dianggap sosok yang sangat ditakuti, sering terjadi jikalau murid bertemu atau berpaspasan dengan guru di jalan maka murid lari dan bersembunyi.


Mitos juga dipertegas dalam prinsip-prinsip kehidupan masyarakat seperti :
- Sokhi aila moroi mate.
- Istri adalah niha ni’Ṏli ; Niha ni ‘asogṎ ba nomo.
- Niha mbanuama da’Ṏ, makanya mati-matian harus dibela.
- MbṎrṎ me talifusṎ (talifusṎ keturunan/ genetika), salah atau benar harus dibela (La tehe mate).
- Mitos fabanuasa, MbṎrṎ me ono mbanuama ma bela habis (la tehe mate).


Semua contoh yang disampaikan diatas bukan bermaksud untuk mendiskreditkan perangai masyarakat kita namun bermaksud untuk mengundang kita semua untuk membedahnya lebih mendalam. Barangkali penulispun tidak sempurna dalam mendefinisikannya .

Dari pengalaman hidup, sejak kita lahir, sekolah bahkan hingga perguruan tinggi, kerja hingga setelah berkeluarga, kita pasti akan menemukan banyak mitos yang telah mengkoptasi pikiran-pikiran, budaya kita, sehingga kalau kita bandingkan dengan rekan-rekan yang telah terbongkar mitos akan jelas terlihat perbedaan yang mencolok soal sistematika berpikirnya. Sedangkan inti dari tak terbongkarnya mitos kita adalah penindasan yang kita alami, ketidakmampuan kita dalam mensejahterahkan hidup kita sendiri. Masyarakat sering emosional dan gampang sekali menghilangkan nyawa sesamanya. Perbedaan pendapat/pikiran sangat sulit diterima. Berbeda pendapat dengan sanak keluarga berarti harus siap dipecat atau minimalnya di dieliminasi dari persaudaraan. Dampaknya adalah masyarakat akan terisolasi dengan sendirinya, seiring dengan berbagai image negatif yang mengikutinya seperti primitive, miskin, bodoh dan berbagai konotasi negatif lainnya tidak jarang berupa cemohan sebagai tanda buruknya peradaban suatu masyarakat.

Tingkat kesadaran manusia menurut paolo freire (Profesor pendidikan dari Brazil) dapat di golongkan atas lima (5) macam yakni kesadaran semi intransitif, kesadaran transitif-naif, kesadaran transitif, kesadaran transitif kritis dan kesadaran kritis sejati. Jika disederhanakan tingkat kesadaran manusia dapat digolongkan atas tiga (3) bagian penting yaitu :
1. Tidak Sadar, yakni individu yang tidak mengetahui permasalahan, sehingga ia tidak mengerjakan yang seharusnya dikerjakan menurut mereka yang telah sadar
2. Naif, tingkat kesadaran semu, yang berarti seorang individu yang telah mengetahui permasalahan tetapi tidak melaksanakan yang benar, sesuai dengan yang dia tahu.
3. Sadar, tingkat kesadaran yang menunjukkan bahwa individu telah mengetahui permasalahan sehingga ia melakukan usaha-usaha untuk keluar dari persoalannya.
Berpikir teratur

Manusia adalah makhluk yang mempunyai akal dan pikiran serta kecerdasan karena ia mempunyai akal budi, sayangnya akal budi manusia tidak seluruhnya menjadikan kesejahteraan bersama karena dibutuhkan sebuah cerminan nilai untuk dijadikan sebagai pedoman hidup.

Diatas telah disebutkan bahwa senjata pamungkas untuk melawan mitos adalah berpikir teratur. Berpikir teratur merupakan salah satu bentuk aplikatif dari metode berpikir bagi orang yang sudah cerdas.

Metode berpikir teratur adalah metode berpikir dengan analisis-analisis yakni memandang dari berbagai sudut pandang. Setiap satu hal yang dipikirkan harus secara mendalam dan selalu berkaitan dengan semua hal yang berhubungan dengan kasus yang dipikirkan. Keseringan yang terjadi adalah manusia sering berpikir instan dalam istilahnya adalah reaksioner (menjawab dengan serampangan, namun tanpa analisis) ataupun pragmatis (menangkap permasalahan setengah-setengah dan tanpa solusi ).

Berpikir tidak teratur
Metode berpikir yang paling banyak digandrungi namun sebaliknya juga memiliki andil besar dalam memproduksi kesengsaraan, penderitaan banyak manusia adalah metode berpikir tidak teratur (tidak cerdas). Ada apa dengan metode berpikir tidak teratur ? metode berpikir tidak teratur berisi idealisme-idealisme yang objektif maupun subjektif (imajinasi, khayalan) yang selalu memasrahkan diri (dalam artian tidak membangun) menganggap bahwa semua penderitaan yang diderita adalah sudah takdir, sudah nasib dan harus di Amini (pasrah). Mengakui ada sesuatu kekuatan yang besar diluar kita (manusia) barangkali masih positif (kembali ke yang ESA), akan tetapi hal ini tidak boleh menjadi pembenaran dari sebuah ketidakmampuan kita, ketidakcerdasan kita dalam hidup. Kenyataan yang sering terjadi adalah manusia membelokkan dan melakukan pembenaran bahwa perdukunan, paranormal (sama’ele’Ṏ) bisa menyelesaikan berbagai permasalahan ataupun penyakit yang dialami. Bukankah hal ini hanya akan menjauhkan manusia dari permasalahan yang sebenarnya? ; bukankah ini hanya akan menjadi obat dahaga , sementara yang meninabobokan? sementara jikalau dikaji, kematian adalah sesuatu yang sudah pasti namun masyarakat kita masih berkutat di tingkat kesadaran seperti ini.

Kehidupan sejatinya tidak semudah ungkapan “hidup adalah seperti roda pedati (terus berputar) kadang di bawah dan kadang di atas”. Mempertahankan kehidupan juga tidak semudah bersandar diri pada sebuah kekuatan benda (jimat) yang dianggap memiliki sebuah kekuatan mistik. Memberi solusi terhadap persoalan kehidupan, juga tidak semudah kita mengatakan“ mampus kau!, kamu yang salah!, mereka yang salah!, banyak kali dosanya pula”. Merespon dengan ungkapan seperti ini sangat mudah meluncur dalam perkataan kita terutama kepada mereka yang kebetulan mengalami tragedi kecelakaan hidup ataupun kesulitan yang mendera dan berbagai usaha yang sedang dilakukan untuk menjawab suatu persoalan.

Hari pahlawan 10 November 1945, mengajak kita berefleksi kembali bahwa perjuangan masih panjang. Perjuangan 1945 yang telah menelan banyak korban jiwa dan berlangsung lebih dari sebulan terutama di kota Surabaya dan di berbagai tempat lainnya secara semesta adalah perjuangan yang tidak boleh disia-siakan. Kini kita tidak dituntut untuk harus berperang secara fisik, perjuangan kita sudah lebih mudah yakni perjuangan pembebasan. Perjuangan pencerahan bagi massa rakyat, perjuangan pembebasan dari belenggu pikiran yang telah menindas banyak umat manusia. Berpikir teratur dan berjuang untuk kepentingan umum tidak dimulai dari orang lain, tetapi dimulai dari diri kita sendiri. Pertanyaannya sudahkah kita beroleh kemerdekaan pikiran sejati ?


yagul/10/12/09